Minggu, 25 September 2016

Sejarah Kerajaan Maritim Indonesia



SEJARAH KERAJAAN MARITIM INDONESIA
OLEH: KELOMPOK 2

Ø K111 16 319 IRHAMULLAH
Ø K111 16 331 ELFIRA APRILIA
Ø K111 16 352 AYUNITA CHAERUNNISA
Ø K111 16 501 PUTERI HUMAERAH
Ø K111 16 506 PUPUT INDAH PERMATA YANCE
Ø K111 16 507 SASQIA ANGGAHRA D.P

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkah dan izinnya, makalah tentang “Sejarah Kemaritiman Indonesia” dapat kami selesaikan dengan waktu yang telah di tentukan sebelumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman kami dari kelompok satu hingga delapan, karena telah memberi dukungan dan kepercayaan, serta membantu kami memperoleh sumber dan literatur yang terpercaya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu
Meskipun kami berharap isi dari makalah kami  ini bebas dari kekurangan, namun tentu saja selalu ada yang kurang. kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
kami ucapkan terimakasih, dan semoga isi makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.


Makassar, 18 September 2016

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….(2)
DAFTAR ISI……………………………….………….…………………………………………(3)
BAB I PENDAHULUAN…………………..…………………………………………………(4)
1.1 Latar Belakang…………………………..…………………………………..(4)
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………(6)
1.3 Tujuan penyusunan makalah…………………………………………(6)
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..(7)
2.1  Kerajaan-kerajaan Maritim Indonesia………………….……..(7)
                        2.1.1 Kerajaan Sriwijaya…………………………………….……..(12)
                        2.1.2 Kerajaan Majapahit…………………………………………(12)
                        2.1.3 Kerajaan Gowa…………………………………..…………..(14)
            2.2 Kerajaan Kemaritiman Indonesia………………..
B. Saran





BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia adalah Negara maritim yang berbentuk kepulauan (archipelagostate). Karena hampir dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan yang ditaburi oleh kurang lebih 17.000 pulau-pulau besar dan kecil yang membujur kurang lebih 5000km sepanjang khatulistiwa. Luas daratan Indonesia mencapai 1.922.570km2, dan luas perairan 3.257.483km210. Selain sebagai Negara kepulauan, sejarah juga menceritakan bahwa bangsa Indonesia sejak dahulu telah menguasai jalur pelayaran laut dengan armada yang cukup tangguh.Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah maupun sejarah. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna,Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar,menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut. Fakta ini juga di perkuat dengan adanya relief kapal yang terdapat di Candi Borobudur yang berangka tahun 1 masehi. Dari sini dapat kita lihat bahwa masyarakat Indonesia pada masa pra sejarah sudah memiliki hubungan perdagangan dan merasakan manfaat dari perdagangan laut. Data-data sejarah kebaharian Indonesia membuktika bahwa Negara Indonesia menguasai lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas sampai ke pesisir Madagaskardan Afrika Selatan. Fakta prasejarah Cadas Gua yang terdapat di pulau-pulau Muna, Seram dan Arguni yang diperkirakan berasal dari 1000 tahun sebelum masehi dipenuhi dengan lukisan perahu-perahu layar. selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa yang menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.  Kerajaan Indonesia pernah mencapai keemasan pada bidang bahari, yaitu pada jaman kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Kerajaan Islam.  
Kerajaan Sriwijaya (683 M– 1030 M) memiliki armada laut yang kuat,menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas penggunaan laut.Pengaruhnya meliputi Asia Tenggara yang mana hal ini dikuatkan oleh catatan sejarah bahwa terdapat hubungan yang erat dengan Kerajaan Campa yang terletak di antara Camboja dan Laos. Bangsa Indonesia dengan karakteristik sosial budaya kemaritiman, bukanlah merupakan fenomena baru. Fakta sejarah menunjukan bahwa fenomena kehidupan kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta kelembagaan formal dan informal yang menyertainya merupakan kontinuitas dari proses perkembangan kemaritiman Indonesia masa lalu. Keperkasaan dan kejayaan nenek moyang kita di laut haruslah menjadi penyemangat generasi sekarang dan yang akan datang. Bentuk implementasinya masa kini, bukan hanya sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa Indonesia wilayahnya adalah dua pertiga adalah lautan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan pembangunan bangsa sekarang dan yang akan datang. Bentuk implementasinya masa kini, bukan hanya sekedar berlayar, tetapi bagaimana bangsa Indonesia wilayahnya adalah dua pertiga adalah lautan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan pembangunan bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang tentang sejarah kerajaan maritime di Indonesia beserta aspek-aspeknya, tentunya menimbulkan berbagai macam pertanyaan yang dimuat dalam suatu rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.     Apa saja kerajaan maritim di Indonesia dan kejayaannya pada masa lalu?
2.       Bagaimana kejayaan kerajaan maritim Indonesia saat ini?
3.       Bagaimana sejarah Kemaritiman Bugis Makassar?


1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu
1.     Untuk mengetahui kerajaan maritim di Indonesia dan kejayaannya pada masa lalu.
2.     Untuk mengetahui kejayaan kerajaan maritim Indonesia  saat ini
3.       Untuk mengetahui sejarah Kemaritiman Bugis Makassar






BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan-Kerajaan Maritim Indonesia
Kerajaan- kerajaan di nusantara telah mulai terbentuk sejak abad ke-2 masehi dan jumlahnya cukup banyak. Kerajaan-kerajaan ini baik kerajaan yang besar maupun kerajaan kecil tersebar mulai dari tanah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Maluku. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada, kepulauan nusantara memiliki budaya laut yang kuat.
 Dari banyak kerajaan yang muncul tersebut sebagian besar membangun kekuatan politik dan ekonominya dengan basis kegiatan maritime. Salah satu sebabnya karena letak geografisnya yang sangat strategis sehingga kerajaan-kerajaan itu terlibat aktif dalam pelayaran dan perdagangan dunia. Menurut Monoz sumber sejarah awal kerajaan-kerajaan di nusantara adalah catatan-catatan Cina. Berdasarkan catatan-catatan tersebut lokasi-lokasi yang dianggap sebagai pusat-pusat pemerintahan di wilayah Nusantara adalah Barousai (Barus) di Sumatra Utara, Ko-Ying yang lokasinya belum dapat dipastikan tapi diasumsikan di Jawa Barat.
Pembentukan Negara maritime dimulai sejak sekitar abad 1 Masehi. Ketika itu muncul pemimpin yang kuat dalam wilayah masing-masing, terutama wilayah pesisir yang merupakan tempat perdagangan. Awal terbentuknya kerajaan adalah tahap pesisir dimana mulai terbentuk pemukiman-pemukiman kecil di sekitar sungai dengan kekuasaan terbatas yang kemudian sejalan dengan perkembangan perdagangan menjadi besar. Sejarah perjalanan bangsa mencatat bahwa ada dua kutub kekuasaan kerajaan maritim yang menjadi suku guru Negara maritim nusantara. Keduanya adalah Sriwijaya yang didirikan pada abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi dan Majapahit pada abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Bersamaan dengan itu, di Wilayah Timur Nusantara muncul pula Kerajaan Gowa sebagai kerajaan maritime besar yang dibuktikan dengan adanya ekspansi kekuasaan dari berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan, bahkan di Nusantara bagian Timur seperti Kerajaan Wollo di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara, dan lain-lainnya ditambah dengan keperkasaan dan kepiawaian pelaut-pelaut Bugis Makassar dalam mengarungi samudera yang terkenal dan dikagumi seantero nusantara.
Sebenarnya diantara kerajaan-kerajan maritime Nusantara yang pernah tumbuh dan Berjaya, terdapat tujuh di antaranya yang mencolok, yaitu:
1)    Kerajaan Tarumanegara di Tanjung Periok Jakarta pada abad ke-3 hingga tahun 690 M
2)    Dinasti Sanjayawangsa dan Chailendrawangsa yang menguasai Jawa Tengah dari abad ke-7 hingga abad ke-10
3)    Kerajaan Dharmawangsa di Jawa Timur tahun 991-1016 M
4)    Kerajaan Melayu Srivujaya (Sriwijaya) masa pemerintahan Balaputradewa dan Dharmaphala di Sumatera Selatan abad ke-8 hingga abad ke-9 M
5)    Kerajaan Samdera Pasee (Pasai) tahun 1225-1524 M
6)    Kerajaan Banten tahun 1481-1531 M
7)    Kerajaan-kerajaan di bagian Timur Nusantara pada abad ke-17

2.1.1    Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan sriwijaya di dirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Ibu kota kerajaannya dibangun di wilayah delta Sungai Kampar. Puncak kejayaan Sriwijaya adalah sekitar abad ke-9 antara tahun 833-836 Masehi. Pada masa pemerintahan Balaputradewa yang memiliki orientasi pembangunan ekonomi maritime dan menguasai perdagangan di selat Malaka bahkan Asia Tenggara dan juga telah mampu membuka jalur perdagangan dengan Cina dan India. Setelah runtuhnya kerajaan Fu Nan di Champa(Kamboja) Wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi sebagian besar wilayah Barat Nusantara dan ibukota pemerintahannya di sekitar Palembang Sumatera Selatan.
Kerajaan Sriwijaya terdiri atas tiga zona utama, yaitu (1) Daerah Ibukota yang berpusat di Palembang, (2) lembah sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah pendukung, dan (3) daerah-daerah muara saingan yang mampu menjadi pusat kekuasaan saingan.
Perpindahan penduduk pada era Sriwijaya tidak hanya dari pedalaman ke delta. Belakangan diketahui perpindahan penduduk Sriwijaya bahkan sampai ke pantai timur Benua Afrika. “Perempuan-perempuan Nusantara itu meninjakkan kaki di bumi Madagaskar, sejak 1200 tahun yang lalu. Mereka dating bersama para laki-laki pelaut dari kerajaan Sriwijaya. Dari merekalah lahirlah orang-orang Malagasi, penduduk asli Madagaskar”(Larasati Ariadne Anwar : 2005-2012)
Untuk menjaga perairanynya, Sriwijaya melakukan ekspedisi-ekspedisi militer agar negeri-negeri lain mematuhi politik dagangnya. Jika ada kapal dagang yang mencoba menghindari pungutan akan dikejar oleh armada laut Sriwijaya. Berdasarkan arsip Dinasti Sung, Reynold Sumaiku memngungkapkan “Di selat Malaka, kapal-kapal dagang kerap menghindari pungutan pajak dengan cara berlayar selaju-lajunya.” Namun usaha ini kerap gagal.
Menjelang akhir abad ketujuh, Budhisme di Sriwijaya berkembang pesat. Di kota Sriwijaya yang dikelilingi tembok terdapat lebih dari seribu biksu yang menekuni pengkajian naskah agama dan amal baik.
 Faktor-faktor yang mendorong Sriwijaya tumbuh mejadi kerajaan maritim yang cukup besar adalah seperti berikut ini.
·        Palembang terletak di muara Sungai Musi. Di hadapannya terdapat pulau-pulau yang menjadi pelindung pelabuhan, sehingga baik sekali sebagai pusat perdagangan.
·        Letaknya strategis di tepi jalur perdagangan nasional maupun internasional. Jalan dagang Indonesia bagian barat ke Indonesia bagian timur. Secara internasional terletak pada jalur perdagangan antara India dan Cina.
·        Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam Selatan memberi kesempatan besar bagi Sriwijaya untuk mengembangkan kekuasaannya di laut, terutama Asia Tenggara. 
·        Sriwijaya mempunyai kemampuan melindungi pelayaran dan perdagangan,karena memiliki armada laut yaang kuat dan tangguh.

Karena didukung faktor-faktor di atas,berkembanglah Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang besar. Sriwijaya berhasil menguasai daerah di sekitarnya, bahkan sampai ke daerah Ligor (Thailand). Daerah-daerah yang dikuasai antara lain: Tulangbawang, Kedah, Pulau Bangka, Jambi, Kra,Jawa Tengah, Tanjung pura, Lampung, dan daerah-daerah lain. Karena wilayahnya yang sangat luas dan menguasai lautan, Sriwijaya disebut sebagai kerajaan bertaraf nasional pertama. Negara maritim adalah suatu negara yang lebih mengutamakan bidang perdagangan dan pelayaran. Negara maritim didukung armada laut yang kuat guna melindungi pelayaran dan perdagangannya. Letak Sriwijaya yang sangat strategis menyebabkan banyak pedagang dari luar negeri singgah di pelabuhannya, seperti India, Persia, Birma, Filipina, dan Cina. Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke 13M. Kemunduran ini terjadi karena adanya beberapa faktor, di antaranya adalah faktor alam, ekonomi, politik, dan militer.

a.            Faktor Alam
Ditinjau dari faktor alam, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran karena kota Palembang semakin jauh dari laut. Hal tersebut terjadi karena adanya pengendapan lumpur yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainnya. Hal ini menyebabkan kapal-kapal dagang yang datang ke Palembang semakin berkurang.
b.     Faktor Ekonomi
Ditinjau dari faktor ekonomi, kota Palembang yang semakin jauh dari laut menjadi tidak strategis lagi. Karena tidak banyak kapal dagang yang singgah, sehingga kegiatan perdagangannya menjadi berkurang. Akibatnya pajak sebagai sumber pendapatan semakin berkurang. Hal ini memperlemah posisi Sriwijaya.
c.      Faktor Politik
Perekonomian Sriwijaya yang semakin lemah itu menyebabkan Sriwijaya tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaannya. Akibatnya, daerah-daerah bawahannya berusaha untuk melepaskan diri.
d.     Faktor Militer
Dalam segi militer, kemunduran Sriwijaya disebabkan adanya serangan militer dari kerajaan lain antaranya sebagai berikut :
Ø Adanya serangan Dharmawangsa pada tahun 992M.
Ø Adanya serangan dari Kerajaan Colamandala yang berlangsung tiga kali,yaitu pada tahun 1023M, 1030M, dan 1068M.
Ø Pada masa pemerintahan Raja Kertanegara, Kerajaan Singasari menduduki Melayu.
Ø  Pendudukan oleh Majapahit sekitar tahun 1377M.. Akibat beberapa serangan tersebut, berakhirlah peranan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim sekaligus sebagai kerajaaan yang bertaraf nasional pertama.

2.1.2             Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan kelanjutan dari Kerajaan Singasari.  Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terkaya dan mempunyai jumlah perahu dan kapal terbesar di dunia. Namun juga merujuk kitab-kitab “musuh Majapahit” misalnya Kidung Sundayana, Hikayat Banjar, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Hang Tuah dan sebagainya. Dari situ, terungkaplah berapa jumlah kapal milik Majapahit yang sekitar 2800 perahu/kapal ( minimal ), kerajaan Makasar 200 kapal, kerajaan Siam 100 kapal, kerajaan Cina 100 kapal, kerajaan Portugis 43 kapal.
Kekuatan maritime Majapahit memungkin untuk melakukan ekspansi wilayah ke Nusantara yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Indonesia. Ekspansi wilayah dimulai pada masa raja ketiga yaitu Tribhuwana Tungga Dewi Jaya Wisyhu Wardhani (1328-1350) dan dilanjutkan putranya Hayam Wuruk (1350-1389). Motor penggerak penguasaan wilayah adalah Mahapatih Gadjah Mada yang bercita-cita menaklukkan Nusantara dengan “Sumpah Palapa”.
KerajaanMajapahit berkembang bukan hanya dari basis ekonomi pertanian namun juga pengembangan kegiatan pelayaran dan perdagangan sebagai sebuah negara maritim. Perdagangan laut itu bukan hanya dilakukan antara satu daerah dengan daerah lain di Nusantara, tetapi juga perdagangan internasional dengan kawasan yang lebih luas. Pigeaud berpendapat bahwa barang-barang impor telah dikenal oleh masyarakat Majapahit hingga pedalaman seperti tekstil dari India dan barang-barang dari Cina seperti mata uang,barang-barang pecah belah dan batu mulia. Chao Ju-Kua memberikan kesaksian bahwa komoditas Cina yang dibeli oleh para pedagang Jawa mencakup emas, perak,sutera, pernis, dan porselin. Begitu berkembangnya daya beli para pedagang Jawa sehingga menyebabkan Kekaisaran Cina pernah melarang perdagangan dengan Jawa karena menyebabkan terjadinya penyedotan mata uang Cina ke Jawa melalui perdagangan rempah-rempah, khususnya lada. Perlu diingat bahwa Tome Pires yang berkunjung di pelabuhan-pelabuhan di Jawa pada awal abad XVI mendengarkan dengan telinganya sendiri bahwa kebesaran Majapahit sudah beredar di kalangan banyak orang pada waktu itu. Ia mengatakan bahwa: They say that the island of Java used to rule as far as the Moluccas (Maluco) on theeastern side and (over) a great part of the west; and that it had almost all this for a longtime past until about a hundred years ago, when its power began to diminish until it came to its present state. Kemunduran Majapahit sebagai akibat dari perebutan kekuasaan di antara keluarga kraton mengakibatkan ketidakmampuannya untuk mengontrol daerah-daerah yang dikuasai sejalan dengan berkembangnya agama Islam di pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Majapahit.

2.1.3 Kerajaan Gowa

Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapiyang terkenal adalah Gowa, Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau,  akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya. Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnyaa dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaanitu lazim disebut Kerajaan Makassar. Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karenaletaknya di tengah- tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan,  Sumatra,  dan  Malaka. Banyak pedagang dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para pedagang  Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar sendiri ke Maluku yang  ditukarkan dengan rempah-rempah.  Rempah-rempahitu lalu dijual ke Malaka dan pulangnya  membawa  dagangan,  seperti kain dari India, sutra dan tembikar dari Cina, serta berlian dari Banjar.
Pada Bidang Politik, Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alaudin (1591 –1639). Raja berikutnya adalah Muhammad Said(1639 –1653) dan dilanjutkan oleh putranya, Hasanuddin (1654 –1660). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan  menundukkan  kerajaan-kerajaan  kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone. VOC setelah  mengetahui  Pelabuhan  Sombaopu  cukup  ramai  dan  banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang. Utusan itu diterima dengan  baik  dan  VOC  sering  dating  ke  Makassar untuk  berdagang.  Setelah  sering  dating  ke  Makassar,  VOC  mulai  membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah- rempah). Belanda  juga  menganjurkan  agar  Makassar  tidak menjual beras kepada Portugis.  Namun,  semua  permintaan  VOC  itu ditolak. Antara Makassar dan VOC sering terjadi konflik karena persaingan dagang.
            Kerajaan ini menurut Mukhlis, telah mencapai puncak kejayaannya sebagai salah satu kerajaan/ Negara maritime penting di Asia Tenggara dan terkuat di Nusantara bagian timur pada abad ke-16 dan berangsur-angsur merosot sejak paru kedua dari abad ke-17 langkah-langkah penting diusahakan raja Gowa untuk membangun Negara/kerajaan maritime ini adalah
1.     Mengatur dan menguasai produksi pertanian dan hasil-hasil hutan di pedalaman untuk komoditi perdagangan maritime.
2.     Menjadikan Sombaopu sebagai tempat pelabuhan transit utama bagi perdagangan rempah-rempah dari Maluku.
3.     Menjalin hubungan kerjasama dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan luar dan menjadikan Sombaopu sebagai kota Internasional
4.     Membangun angkatan perang dan banteng-benteng pertahanan pantai hingga abad ke-17 terdapat 12 buah banteng dari Tallo hingga ke Sanrobone sejauh 45mil laut dan ada satu kerajaan di nusantara bisa menandinginnya pada masa itu yang dilengkapi dengan industry kapal atau perahu layar untuk kepentingan militer dan dagang, astrologi, persenjataan berata ba’dili lompoa.
5.     Meningkatkan penghasilan Negara melalui perdagangan, kontak-kontak dagang dilakukan dengan banyak Negara atau kerajaan, jaringan-jaringan perdagangan dikontrol dengan sangat ketat, UU, system cukai, izin tinggal orang asing, dan
6.     Membangun system birokrasi yang menunjang kegiatan social ekonomi dan politiknya.

2.2 Kejayaan Kemaritiman Indonesia
 Berkaca dari masa lalu, melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan, predikat ini mustahil ditinggalkan, lain halnya dengan predikat “Negara Agraris” yang suatu saat bisa berganti dengan industri. Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
Laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasioaldan penggerak lalu lintas ekonomi dunia. Indonesia secara natural lahir dan tumbuh sebagai Negara dan bangsa maritim, luar dan dalam. Hanya faktanya, Indonesia saat ini masih belum menjadi Negara maritime dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebab, hingga sekarang Indonesia belum menjadi actor atau pelaku kelautan yang cukup mempuni, baik ditingkat domestic maupun global. Padahal, laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasional dan penggerak lalu lintas ekonomi dunia.
Dunia maritim Indonesia telah mengalami kemunduran yang cukup signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai kejayan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat. Ironis memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu memperhatikan sektor ini. Padahal, laut menjadi salah satu faktor dalam mempertahankan eksistensi wilayah suatu negara “Bahkan barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan mengeluarkan pernyataan tersebut, dalam karyanya yang berjudul “The Influence of Sea Power Upon History” (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1890 dan telah mengalami cetakan ulang beberapa kali.
Berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini sudah tidak lagi eksis, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali berwawasan maritim dan bukannya berorientasi daratan (land minded).

2.3 Sejarah Kemaritiman Bugis Makassar

Sekitar tahun 1600, jauh sebelumnya datangnya orang-orang Belanda, raja Gowa yang ke-14 I MANGURANGI DG MANRABIA SULTAN ALAUDDIN mendirikan keratin Somba Opu, dan disekelilingnya itu berdiam 2000 kepala keluarga Portugis.
Orang-orang Makassar pada masa itu amat berani berlayar mengarungi lautan luas, sehingga orang Portugis menggelar mereka Celebes De Makassares, yang berarti orang-orang Makassar yang ulung dan mahsyur dan De Berumde Makassar kata orang-orang Belanda. Hal ini telah diperkuat dengan adanya bukti dalam buku Lontara Lagaligo pada abad X Sawerigading (putera raja Luwu II) sudah melayani negeri-negeri seperti Maluku, Ternate, Gorontalo, Cina, Jawa, Malaka, Posi Tauna, Asia Tenggara, Kamboja, dan Madagaskar. Dimana Sawerigading mengadakan pelayaran dengan maksud muhibah dan pengenalan dunia.
Kehidupan kota Makassar sebagai kota pelabuhan yang dikenal oleh dunia internasional sangat erat hubungannya dengan tumbuhnya satu kerajaan maritime yang dikenal dengan kerajaan Gowa terutama dalam abad XVI. Sebuah sumber Portugis yang dapat dipergunakan sekedar untuk mengungkapkan bahagian-bahagian gelap dari sejarah ini. Diterbitkan dalam tahun 1944 oleh Armando Costesao, yaitu terjemahan dalam bahasa inggris, catatan perjalanan Tom Pires yang berjudul “SUMAORIENTALE” dalam tahun 1513. Sumber itu menyajikan tentang orang Makassar. Dikatakan bahwa orang Makassar itu telah melakukan perdagangan dengan orang Malaka, Jawa, Borneo, Siam dan semua negeri-negeri antara Pahan dan Siam. Orang Makassar itu lebih menyerupai orang Siam. Mereka adalah bjak-bajak laut yang ulung dengan perahunya yang banyak. Dengan perahu-perahu mereka mengarungi lautan, melakukan pembajakan sampai teluk Pegu(Pilipina), ke Maluku, ke Bandan, dan semua pulau disekitar pulau Jawa. Mereka itu adalah orang-orang tak beragama. Disamping itu dikatakan bahwa banyak pula diantara mereka yang tidak menjadi bajak-bajak laut itu, terdiri atas pedagang-pedagang cekatan. Mereka melakukan perdagangan dengan menggunakan perahu layar yang besar dan bagus bentuknya. Mereka membawa beras yang putih sekali, jug membawa emas sedikit. Barang-barang dagangan mereka itu ditukarkan dengan brentangi-brentangi dan bahan-bahan pakaian dan cambay dan sedikit dari orang-orang Benggali dan Keling. Mereka banyak mengambil bezoe dan kemenyan. Kaum mereka mempunyai bentuk tubuh yang bagus-bagus, semuanya memakai keris atau tombak-tombak yang tajam. Mereka menjelajahi dunia dan semua orang takut pada mereka. Penyamun-penyamun lainnya tak dapat berbuat apa-apa untuk melawan sampan-sampan jongka mereka yang sanggup membela diri.
Menurut Prof.B.J.O. Schrieke, seorang sarjana Sosiologi dan sejarah bahwa sampai pada permulaan abad XVI peranan Gowa di nusantara ini, belumlah dapat dikatakan berarti. Perniagaan rempah-rempah di bahagian-bahagian Nusantara ini masih dikuasai oleh bangsa Melayu dari Malaka dan Johor dan juga orang-orang dari Jawa. Keadaan itu berlangsung sampai ditaklukkannya Malaka oleh Aceh yang mulai mengembangkan kekuatannya di bagian barat nusantara. Kegiatan perniagaan berpindah ke pulau Jawa, dimana pengaruh Portugis masih sangat kecil. Akan tetapi dengan timbulnya persaingan-persaingan antara negeri-negeri pesisir dengan negeri-negeri pedalaman Jawa maka akhirnya pusat perniagaan rempah-rempah berpindah ke Makassar, dan lebih meningkatnya lagi, sesudah tahun 1625.
Dari keterangan-keterangan ini, dapat diperoleh bahwa sampai pada permulaan abad XVI pengembaraan pembajak-pembajak dan kapal-kapal niaga orang Makassar yang berasal dari jazirah selatan Sulawesi Selatan seperti yang diceritakan oleh Tom Pires itu, adalah orang Makassar dalam arti suku bangsa (ethnis), yang mempergunakan bahasa sendiri(bahasa Makassar) yang mendiami pesisir Makassar ujung selatan jazirah Sulawesi Selatan mulai dari pesisir Makassar (sekarang) atau muara sungai-sungai Tallo-Jeneberang sampai Bantaeng di selatan yang meliputi negeri-negeri, Galesong, Takalar, Topejawa, Laikang, Cikoang, Bangkala. Sampai sekarangpun negeri-negeri itu disebut negeri-negeri orang Makassar. (paasanganna Mangkasaraka).

















BAB III  PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi  jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang  melimpah, maka bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya dulu.
3.2 Saran
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpin lainnya menciptakan persepsi kelautan yang  tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa. Dengan persepsi demikian tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam pembangunan nasional.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.











DAFTAR PUSTAKA
Tim Pengajar WSBM, 2011.Wawasan Sosial Budaya Maritim. Makassar: UPT.MKU Unhas
Puryono,Sri. 2016.  Mengelola Laut Untuk Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Kompas Gramedia